Bone, Sulawesi Selatan – Dalam kegiatan Seminar Publik yang bertema “Keadilan terhadap Kekerasan Perempuan: Ilusi atau Sesuatu yang Pasti?” yang diselenggarakan oleh KORPS HMI-Wati (KOHATI) Komisariat Arung Palakka, Sabtu (18/1), bertempat di Bunir Coffee, berhasil menarik perhatian berbagai pihak. Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber kredibel, termasuk perwakilan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepala Kantor Kementerian Agama, Wakil Ketua Pengadilan Agama, serta Pemerhati Budaya Kabupaten Bone.
Kekerasan Terhadap Perempuan: Bentuk dan Tantangan
Dalam dialog yang berlangsung hangat, para narasumber mengungkap berbagai bentuk kekerasan yang sering dihadapi perempuan, mulai dari kekerasan fisik dan psikologis hingga kekerasan berbasis harta. Salah satu poin penting yang diangkat adalah bagaimana budaya patriarki masih memengaruhi realitas perempuan di Bone.
Juliar Fiani selaku Kabid Internal Korps HMI-Wati Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Arung-Palakka menuturkan tujuan mereka mengangkat tema tersebut. Selama ini terdapat keganjilan, apakah benar keadilan itu sudah diterapkan secara pasti di Kabupaten Bone ini? "Dan benar nyatanya keadilan itu sudah berjalan sebagaimana mestinya di Kab. Bone. Akan tetapi, kurangnya masyarakat yang menuntut keadilan itu, sehingga kita menganggap itu hanya sebuah ILUSI. Betul yang di sampaikan oleh beberapa narasumber kita bahwa mereka tidak mungkin menggali informasi pribadi seseorang secara paksa untuk ditangani," tutur Juliar.
Menurutnya, kekeresan terhadap perempuan juga bukan dari bagian budaya. Sejarah mengatakan bahwa perempuan memiliki peran dan kekuasaan pada era kerajaan. “Jika berbicara tentang Budaya Bone, kita sudah terlalu jauh dari sejarah itu sendiri. Apabila kita mengatakan bahwa kekerasan perempuan bagian dari budaya, nyatanya ada enam perempuan yang pernah menduduki jabatan sebagai Arungpone (Raja Bone) yang harusnya kita jadikan sebagai panutan," tambahnya.
Upaya Mengantisipasi Kekerasan
Narasumber dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Agung Rachmadu, S.Sos., MM., menekankan pentingnya edukasi untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Kita perlu memperkuat literasi kritis dan akses terhadap keadilan bagi perempuan, khususnya di wilayah-wilayah yang masih sangat terikat pada nilai tradisional,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama, Dr. H. Ahmad Yani, S. Ag., M.Ag., menyebut perlunya penelitian lebih mendalam terkait perceraian di Bone. “Ada kelemahan dalam regulasi dan kebijakan yang perlu segera diperbaiki,” ungkapnya, menyepakati pentingnya kolaborasi antara akademisi dan pemerintah untuk solusi yang lebih efektif.
Peran Perempuan dalam Sejarah dan Budaya
Andi Ardiman, S.E., selaku Pemerhati Budaya, memberikan perspektif historis tentang peran perempuan dalam budaya Bone. Ia menyoroti bahwa Bone memiliki sejumlah raja perempuan dan tokoh perempuan yang menjadi pahlawan, bukti bahwa perempuan memiliki potensi besar jika diberikan kesempatan yang sama. “Namun, apakah keadilan sudah benar-benar tercapai? Itu tergantung dari cara kita melihat dan mendefinisikan keadilan itu sendiri,” tambahnya.
Komunitas GrowthZone sebagai Perwakilan
Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan dari GrowthZone, sebuah komunitas yang berfokus pada pemberdayaan perempuan dan pemuda. GrowthZone menghadiri seminar ini sebagai bagian dari komitmen untuk mendukung dialog tentang keadilan gender dan mendukung perempuan yang menjadi korban kekerasan. “Kami percaya bahwa diskusi seperti ini adalah langkah awal yang penting untuk menciptakan perubahan nyata,” ujar perwakilan GrowthZone.
Menutup Diskusi dengan Harapan
Dialog yang dihadiri oleh puluhan peserta ini berhasil menelurkan berbagai gagasan dan rencana tindak lanjut, termasuk kolaborasi dengan institusi akademik dan pemerintah daerah. Seminar ini menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan bagi perempuan masih panjang, tetapi upaya bersama dapat memberikan dampak yang signifikan.