Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali membuat gebrakan besar dalam kebijakan perdagangan internasional. Dalam pengumuman mengejutkan yang dirilis melalui media sosial resmi Gedung Putih dan akun pribadi Trump, ia menyampaikan bahwa AS memberikan jeda 90 hari terhadap penerapan tarif impor tinggi ke puluhan negara, kecuali China.
Dalam pernyataannya, Trump menyatakan bahwa penangguhan tarif ini merupakan bentuk "toleransi dagang" terhadap lebih dari 75 negara yang telah menyatakan keinginan untuk berunding dengan Amerika. Tarif yang sebelumnya melambung tinggi, kini akan diturunkan menjadi 10% selama masa jeda 90 hari.
Indonesia termasuk salah satu negara yang akan menikmati penangguhan ini, setelah sebelumnya dikenakan tarif sebesar 32%.
Tidak seperti negara lain, China justru menjadi satu-satunya negara yang tidak mendapat keringanan tarif. Bahkan, Trump menaikkan tarif impor dari 34% menjadi 125%. Hal ini terjadi setelah pemerintah China mengumumkan tarif balasan sebesar 84% terhadap produk asal AS.
"Berdasarkan kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan China kepada Pasar Dunia, dengan ini saya menaikkan tarif menjadi 125%," tulis Trump dalam unggahan di Truth Social dikutip dari CNN, Kamis (10/4/2025).
Trump menegaskan bahwa China telah terlalu lama “menipu Amerika dan negara lain” dalam sistem perdagangan global.
8 Fakta Dibalik Kebijakan Tarif Terbaru Donald Trump
1. Tarif 125% untuk China
Presiden Trump secara tegas menaikkan tarif impor untuk produk-produk asal China dari 34% menjadi 125%, menjadikannya sebagai kebijakan tarif tertinggi yang pernah diberlakukan terhadap negara tersebut. Langkah ini bukan hanya bersifat ekonomi, melainkan pesan politis keras kepada Beijing yang dianggap tidak menghormati sistem perdagangan global. Dalam konteks ini, Trump menuduh China mengambil keuntungan sepihak, memanfaatkan celah hukum, serta merusak keseimbangan perdagangan dunia. Peningkatan tarif ini juga dimaksudkan untuk mengguncang pasar domestik China, memaksa mereka kembali ke meja perundingan dengan sikap yang lebih kompromistis.
2. Trump Tuding China Manipulatif
Trump kembali mengangkat tuduhan manipulasi sistem perdagangan oleh China yang sudah sering ia sampaikan sejak masa kampanye presiden pertama. Menurutnya, China kerap memanipulasi mata uang, memberi subsidi tidak adil kepada produsen dalam negerinya, dan memaksakan transfer teknologi terhadap perusahaan asing yang ingin masuk pasar China. Semua itu dianggap sebagai bentuk “penipuan sistematis” terhadap Amerika Serikat. Dalam pandangan Trump, China memanfaatkan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) secara selektif untuk menguntungkan dirinya sendiri, tapi tidak memberikan akses yang adil kepada negara-negara lain.
3. 75 Negara Hubungi AS
Setelah pengumuman tarif tinggi, lebih dari 75 negara mengontak langsung perwakilan diplomatik AS seperti USTR (United States Trade Representative), Kementerian Keuangan, dan Departemen Perdagangan untuk mengupayakan jalur negosiasi. Langkah ini menunjukkan bahwa negara-negara tersebut merasa terancam dengan kebijakan AS, tetapi tidak ingin terlibat dalam perang dagang terbuka. Mereka lebih memilih mencari solusi damai melalui perundingan. Hal ini menunjukkan bahwa Amerika Serikat masih memiliki daya tarik dan kekuatan pengaruh global dalam menentukan arah sistem perdagangan internasional.
4. Trump Puji Negara-Negara yang Tidak Melawan
Trump secara terbuka memberikan apresiasi kepada negara-negara yang tidak membalas kebijakan tarif AS dengan tindakan serupa. Ia menganggap hal tersebut sebagai bentuk rasa hormat terhadap Amerika Serikat dan peluang untuk membangun hubungan dagang yang sehat dan adil. Ini juga merupakan bagian dari strategi Trump dalam membagi negara-negara menjadi dua kubu: “mitra dagang bersahabat” dan “kompetitor bermasalah”. Dengan menekankan itikad baik dari sebagian besar negara, Trump berusaha membentuk koalisi ekonomi global yang mendukung kebijakan perdagangan adil ala Amerika.
5. Jeda 90 Hari untuk Negara Selain China
Keputusan memberikan jeda 90 hari terhadap tarif impor tinggi kepada negara-negara selain China merupakan bagian dari strategi “stick and carrot”. Satu sisi, AS tetap mempertahankan haknya untuk menerapkan tarif tinggi. Di sisi lain, ia memberi kesempatan bagi negara-negara mitra untuk bernegosiasi tanpa tekanan langsung. Ini adalah cara Trump menunjukkan bahwa Amerika bersedia berdialog selama mitra dagangnya menunjukkan niat baik. Jeda ini juga mencegah kerusakan ekonomi global yang lebih luas, termasuk gejolak harga dan gangguan rantai pasok dunia.
6. Tarif Resiprokal Negara Lain Diturunkan 10% selama Masa Jeda, Kompromi Sementara, Bukan Kelonggaran Permanen
Selama masa jeda 90 hari, tarif impor untuk negara-negara yang sebelumnya dikenai tarif tinggi oleh Trump termasuk Indonesia diturunkan menjadi tarif universal sebesar 10%. Ini bukan penghapusan tarif, melainkan penyesuaian sementara yang bertujuan menjaga kestabilan pasar dan memberi ruang diplomasi. Kebijakan ini mengindikasikan bahwa Trump tetap mempertahankan prinsip perdagangan resiprokal, yaitu negara akan mendapatkan perlakuan dagang setara dengan yang mereka berikan kepada AS. Tarif 10% ini menjadi bentuk kompromi yang dapat ditinjau kembali sewaktu-waktu, tergantung hasil negosiasi bilateral.
7. Meksiko dan Kanada Masih Kena Tarif 25%, Pengecualian Berdasarkan Kesepakatan Regional
Berbeda dari negara-negara lain yang memperoleh penurunan tarif, Meksiko dan Kanada tetap dikenai tarif 25%, terutama untuk produk-produk tertentu yang tidak masuk dalam kerangka Perjanjian AS-Meksiko-Kanada (USMCA). Trump menegaskan bahwa tarif ini bisa dicabut bila kedua negara sepenuhnya mematuhi ketentuan yang telah disepakati. Hal ini menunjukkan bahwa AS masih memanfaatkan kesepakatan regional sebagai alat untuk menegakkan kepentingan ekonominya. Kebijakan ini juga bisa dipahami sebagai pesan bahwa AS ingin menegakkan perjanjian multilateral yang spesifik, bukan sistem perdagangan global terbuka tanpa batas.
8. Pasar Saham Rebound Usai Pengumuman
Pengumuman jeda tarif langsung berdampak pada pasar keuangan global, khususnya di Wall Street. Indeks S&P 500 melonjak hingga 9,5% setelah pernyataan Trump dirilis. Ini menunjukkan bahwa investor merespons positif kebijakan yang memberikan kepastian, meskipun hanya bersifat sementara. Sebelumnya, ketidakpastian akibat kemungkinan perang dagang besar-besaran sempat membuat pasar bergejolak. Dengan adanya kebijakan jeda dan ruang negosiasi, pelaku pasar merasa lebih optimistis bahwa ekonomi global tidak akan terjun ke resesi dalam waktu dekat. Ini juga menjadi bukti bahwa Trump sangat memperhatikan reaksi pasar sebagai keberhasilan kebijakan ekonominya
Kebijakan terbaru Trump adalah kombinasi antara ancaman dan peluang. China dikunci dengan tarif super tinggi, sementara negara lain, termasuk Indonesia, diberi ruang bernapas selama 90 hari. Pertanyaannya: Apakah negara-negara akan memanfaatkan waktu ini untuk menyelesaikan masalah atau perang dagang justru akan memanas? Bagaimana menurut sobat media?