Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengumumkan bahwa sistem penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) akan kembali diberlakukan mulai tahun ajaran 2025/2026. Kebijakan ini menghidupkan kembali pembagian jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa, yang sebelumnya sempat dihapuskan oleh Menteri Nadiem Makarim pada tahun 2024.
Kembalinya Sistem Penjurusan
Menurut Abdul Mu’ti, kebijakan ini akan segera diformalkan melalui peraturan menteri baru yang sekaligus mencabut Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024, yakni regulasi yang menjadi dasar dihapusnya sistem penjurusan dalam Kurikulum Merdeka.
Mu’ti menjelaskan bahwa penjurusan kembali diberlakukan untuk menunjang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang menggantikan Ujian Nasional. Tujuannya adalah menghubungkan kemampuan akademik siswa dengan program studi di perguruan tinggi, agar tidak ada lagi kesenjangan akademik antara latar belakang siswa dan jurusan yang mereka pilih di perguruan tinggi.
TKA sebagai Pengganti Ujian Nasional
Sebagai pengganti Ujian Nasional, siswa akan mengikuti Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang terdiri dari Bahasa Indonesia dan Matematika. Di samping itu, siswa jurusan IPA akan memilih satu mata pelajaran tambahan seperti Biologi, Fisika, atau Kimia, sementara siswa IPS dapat memilih antara Ekonomi, Geografi, Sejarah, atau Sosiologi.
TKA ini tidak bersifat wajib dan bukan syarat kelulusan, namun nilainya bisa digunakan untuk mendaftar ke perguruan tinggi melalui jalur prestasi. TKA akan mulai diberlakukan pada November 2025 untuk siswa kelas XII SMA, dan sistem serupa direncanakan akan diterapkan di jenjang SD dan SMP mulai tahun 2026.
Bukan Sekadar Balik Arah, Tapi Penyesuaian Kebutuhan
Abdul Mu’ti menegaskan bahwa kebijakan ini bukan bentuk penolakan terhadap kebijakan era Nadiem Makarim, melainkan bentuk penyesuaian terhadap kebutuhan lintas jenjang pendidikan. Ia menyebut, kebijakan sebelumnya yang menghapus penjurusan memang bertujuan memberikan fleksibilitas pilihan bagi siswa serta mendorong eksplorasi minat dan bakat.
Namun, dalam praktiknya, banyak siswa tetap diarahkan ke jurusan tertentu oleh sekolah atau orang tua tanpa analisis bakat yang mendalam. Hal ini membuat tujuan Kurikulum Merdeka belum sepenuhnya tercapai.
Latar Belakang Penghapusan Penjurusan oleh Nadiem Makarim
Seperti diberitakan oleh DetikEdu, sistem penjurusan di SMA resmi dihapuskan mulai tahun ajaran 2024/2025 sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang telah diterapkan secara bertahap sejak 2021. Pada tahun 2022, Kurikulum Merdeka telah digunakan di 50% sekolah di Indonesia, dan pada 2024/2025, mencapai tingkat adopsi 90–95%.
Anindito Aditomo, mantan Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, menjelaskan bahwa penghapusan penjurusan bertujuan agar siswa dapat memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, kemampuan, dan rencana studi lanjut.
Contohnya, siswa yang bercita-cita kuliah di teknik dapat fokus pada Matematika dan Fisika tanpa harus mengambil Biologi. Sebaliknya, siswa yang ingin ke kedokteran bisa memperkuat Biologi dan Kimia tanpa harus mendalami Matematika tingkat lanjut. Sistem ini diharapkan memberi ruang eksplorasi yang lebih luas dan adil bagi semua siswa, serta menghindari diskriminasi terhadap jurusan non-IPA.
Alasan Kembalinya Penjurusan Menurut Mu’ti
Mu’ti menegaskan bahwa keputusan menghidupkan kembali sistem penjurusan memang berkaitan langsung dengan pelaksanaan TKA. Meskipun TKA tidak bersifat wajib, siswa yang mengikutinya akan memiliki nilai tambah saat mendaftar ke perguruan tinggi.
Ia mengungkapkan adanya ketidaksesuaian antara latar belakang siswa dengan jurusan kuliahnya, yang berisiko menyulitkan mahasiswa saat menempuh pendidikan tinggi. Contohnya, ada siswa lulusan IPS yang diterima di Fakultas Kedokteran, tetapi mengalami kesulitan karena tidak memiliki dasar sains yang memadai.
Dengan sistem penjurusan dan TKA, kemampuan akademik siswa akan menjadi indikator utama saat memilih jurusan di perguruan tinggi. Ini juga akan menjadi dasar pertimbangan dalam proses seleksi masuk kampus.
Masukan dari Kalangan Perguruan Tinggi
Keputusan ini nyatanya merespons masukan dari Forum Rektor Indonesia (FRI) dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI), yang menyatakan bahwa banyak mahasiswa baru yang diterima di jurusan tertentu tidak memiliki kesiapan akademik yang sesuai.
Mu’ti menyampaikan bahwa sejumlah rektor mengeluhkan mahasiswa dari jurusan IPS yang kesulitan mengikuti perkuliahan di jurusan sains seperti kedokteran. Walau diterima, banyak dari mereka tidak mampu mengikuti beban akademik karena kurangnya fondasi pelajaran yang relevan.
Pengembalian sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA bukan sekadar mengulang kebijakan lama, tapi merupakan strategi penyesuaian terhadap dinamika pendidikan nasional. Kebijakan ini bertujuan menciptakan kesinambungan antartingkat pendidikan, memperkuat kesiapan akademik siswa, dan memberikan arah yang lebih jelas dalam pemilihan jurusan di perguruan tinggi.
“Kepentingannya adalah memberikan kepastian dan landasan bagi para pengambil kebijakan berdasarkan tes kemampuan akademik," pungkas Abdul Mu’ti.