Informasi sudah sangat mudah dicerna saat ini, tidak seperti jaman dahulu yang membuat orang-orang membutuhkan effort lebih untuk mendapatkan informasi yang juga lebih. Mari mengulik lebih dalam tentang evolusi informasi yang menjadi akurat, bisa tersebar luas, dan sedekat ibu jari.
Coba bayangkan, seorang prajurit di masa perang seperti Shoichi Yokoi mungkin akan tetap bersembunyi hingga akhir hayatnya jika dia tak ditemukan oleh nelayan dikarenakan ketakutan serta ketidaktahuannya akan perang yang ternyata telah usai dan bayangkan juga betapa bahagianya para mahasiswa untuk melanjutkan aktivitas rebahan mereka setelah mengetahui informasi yang tersebar dari grup WhatsApp kelas tentang dosen yang mereka tunggu tidak bisa hadir untuk melakukan perkuliahan. Dari peristiwa-peristiwa tersebut mengindikasikan impak dari evolusi informasi sepanjang peradaban, penyebaran informasi yang restriktif pada masa lampau membuat orang-orang terdahulu seperti Yokoi merasakan ambiguitas berkepanjangan, kerancuan dari propaganda, hingga telatnya pencegahan penyakit yang dikarenakan ketidaktahuan ilmu kesehatan. Imbas yang mereka rasakan didasari oleh alat atau sarana penyedia informasi yang sangat konvensional, kemungkinan lambatnya distribusi informasi yang disebabkan oleh kendala medan atau cuaca yang dialami pembawa informasi, dan eksklusifitas penerimaan informasi bagi elit negara. Sedangkan pada masa kini, kemajuan teknologi meringankan orang-orang untuk mengetahui apa saja yang mereka ingin ketahui hanya dengan ketukan ibu jari pada layar gawai.
Hal tersebut membuat kesadaran sosial berkembang positif dikarenakan penyampaian informasi yang mengedukasi dan tidak mengambang, pendapat-pendapat pun tumbuh bercabang dikarenakan setiap media menyajikan sudut pandang yang berbeda untuk dilahap. Pendapat yang bercabang dari tiap-tiap orang yang berbeda bisa menjadi hal yang positif dan juga negatif secara bersamaan, tergantung kualitas pemahaman dan kedewasaan mereka dalam menyikapi informasi yang mereka terima.
Waktu tak pernah membawa kita mundur, tiap kemajuan detik memberi manusia pengalaman dan pelajaran. Pengalaman pada masa lampau tentang susahnya mendapat informasi membuat manusia belajar tentang betapa pentingnya meningkatkan jangkauan dan aksesibilitas informasi. Pelajaran itu menghasilkan evolusi dari surat-menyurat dengan experience-nya yang dinanti-nanti menjadi notifikasi-notifikasi yang bisa dibuka nanti-nanti. Evolusi tersebut disebut media baru.
Ketika semua informasi atau berita bisa kita akses melalui gawai yang terhubung oleh jaringan internet. Informasi atau berita tersebut disediakan oleh perusahaan media massa dan diunggah secara real-time dengan visibilitas yang bersifat publik agar dapat dicerna oleh semua orang. Sangat berbeda dengan apa yang disebut media lama, penyajian berita melalui media koran, radio, dan televisi seakan-akan mendikte para penerima berita. Media baru memiliki kemampuan untuk melibatkan penerima berita dalam melipatgandakan penyebaran berita dengan cepat, serta mendukung kebebasan opini dengan fitur komentar.
Fitur share dalam media baru yang melibatkan para penerima berita sepertinya tidak terlalu berefek pada dinamika sosial dalam hal penerimaan berita. Hal itu dibuktikan dengan semakin tajamnya kepekaan literasi masyarakat. Walau tak bisa dibilang semuanya, tetapi sebagian masyarakat sudah dapat menelaah kredibilitas berita dan penyedia berita yang mereka baca sebelum sebelum dibagikan. Sebagian kelompok masyarakat yang memiliki kualitas pemahaman dan kedewasaan yang mempuni dalam menyikapi berita bisa meluruskan atau cukup tahu saja jika ada berita yang tidak kredibel atau hoax yang dibagikan oleh sebagian kelompok masyarakat lain yang kemampuannya kurang dalam mengolah informasi. Hal tersebut sekali lagi membuktikan dampak fitur share yang tidak terlalu signifikan terhadap dinamika sosial.
Namun ada yang berbeda dengan fitur komentar, dalam fitur tersebut kadang kita mendapatkan informasi atau insight tambahan yang memperluas pemahaman kita. Tapi kadang juga kita mendapatkan informasi atau insight yang mempertanyakan lagi apakah pemahaman tentang berita yang telah kita baca sudah kita pahami betul atau belum? Komentar-komentar yang berbeda mempengaruhi bias kita terhadap berita yang disajikan, hal itu kadang menempatkan kita di antara setuju atau tidak setuju dengan berita yang telah kita baca. Belum lagi pertanyaan yang muncul dari olahan pikiran kita setelah mengidentifikasi suatu atau beberapa komentar seperti; apakah komentar-komentar ini hanyalah giringan opini dari suruhan pihak tertentu atau fakta baru yang sebenarnya belum terkuak?
Masih membahas soal fitur komentar, lingkungan dalam kolom komentar juga tidak seramah yang kita bayangkan dan ini menarik untuk ditelaah. Lingkungan kolom komentar layaknya hutan beserta hukum rimbanya. Siapa yang terkuat dan terbanyak maka itulah pemenangnya mengingat regulasi media baru tak seketat media lama. Sebagai contoh, tak jarang kita menemui satu komentar oposisi pemerintah yang mengutarakan pendapat atau kritiknya pada unggahan akun pro pemerintah, dikeroyok dengan belasan atau ratusan komentar, balasan dari akun-akun yang pro pemerintah. Situasi pengeroyokan seperti itu dapat atau tidak berefek kepada mental pengirim komentar, tergantung ketangguhan psikologi si pengirim komentar. Ada pengirim yang sampai menghapus komentarnya bahkan ada juga yang malah merasa tertantang dan membalas balik.
Itulah media baru, dari segala kemudahan dan accessible platforms seperti website serta sosial media yang ditawarkannya. Kita harus sadar akan efek lain yang dapat mempengaruhi kualitas hidup atau mental kita. Salah satu caranya adalah mengasah kepekaan literasi. Dengan mengulik lebih dalam kredibilitas penyedia berita dan track record-nya dapat membuat kita lebih kritis dalam mengolah informasi.
Contoh media baru yang terkenal dikalangan anak muda saat ini serta memiliki kredibilitas dan track record yang baik adalah USS Feed. Dengan tagline mereka “Your daily intake of everything trending” menegaskan tujuan mereka untuk memberikan informasi yang khususnya menarik bagi para generasi Z, seperti gaya hidup, musik, dan tren gaya berpakaian. Contoh lain adalah Maple Media yang berangkat dari filosofi layaknya pohon acer yang memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Media baru ini menyajikan berbagai sudut pandang unik dengan cara penyampaian yang berbeda-beda.
Sementara yang terkenal dengan entitasnya, yang sangat sepuh adalah TEMPO. Semenjak tahun 1995, TEMPO telah mendapatkan 1000+ penghargaan dari luar dan dalam negeri atas ketajaman dan keberimbangan berita yang perusahaan media ini suguhkan. TEMPO tentunya juga sudah melalui transisi media lama ke media baru, sungguh evolusi yang sangat menambah nilai luar biasa bagi perusahaan ini. Dengan adanya sosial media, keleluasan penggunanya sangat melimpah untuk mengekspresikan diri, termasuk menyampaikan informasi merupakan hal yang bisa dilakukan oleh pengguna sosial media. Secara tidak langsung, selain menjadi konsumen berita ekspresi diri tersebut membuat pengguna sosial media masuk ke ranah media baru yang disebut citizen journalism sebagai produsen.
Citizen journalism juga merupakan salah satu contoh media baru, Melissa Wall pada bukunya “Citizen Journalism: practices, propaganda, pedagogy” menyimpulkan citizen journalism sebagai bentuk evolusi baru dari bidang jurnalisme yang diakibatkan oleh ketidakmampuan media profesional menjalin koneksi berita mereka dengan pembaca. Sedangkan menurut Dr. Drajat Wibawa, M.Si. dalam bukunya “JURNALISME WARGA: Perlindungan, Pertanggungjawaban, Etika dan Hukum” citizen journalism adalah aktivitas yang bersifat partisipasi aktif dari warga dalam mengoleksi, melaporkan, menganalisis, dan menyebarluaskan informasi yang disampaikan kepada masyarakat secara luas. Namun, kita harus lebih hati-hati dalam mencerna berita dari citizen journalism ini dikarenakan kualitas dari proses validasi beritanya tidak seakurat jurnalis profesional yang telah melalui beberapa layering untuk menjadi berita yang layak untuk diberitakan dan dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Melihat kemajuan teknologi media baru yang membuat berita semakin mudah untuk didapatkan, memunculkan pertanyaan tentang sudahkah kita mencapai titik akhir dari kemajuan peradaban? Atau ini hanyalah langkah kecil menuju kemajuan teknologi yang lebih besar lagi? Seperti kemungkinan chip yang ditanam ke dalam otak dan terintegrasi secara real-time dengan media baru, mungkin? Siapa yang tahu?
Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, tantangan muncul dari kemajuan teknologi ini berasal dari diri kita sendiri. Harapan yang tersisa dari kemudahan teknologi yang sekaligus menjadi tantangan yang kita rasakan saat ini adalah semoga kebijakan dan kepekaan literasi para penerima berita semakin kritis, sebab percuma saja jika teknologi semakin canggih, tetapi penggunanya tetap tidak bisa memanfaatkannya dengan bijak.