Dari PPDB ke SPMB: Transformasi atau Hanya Ganti Kemasan?

Ditulis Oleh Asgar Pada Feb 2025

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) secara resmi mengumumkan penggantian sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Perubahan nama dari PPDB menjadi SPMB telah menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat, terutama orang tua, siswa, dan para praktisi pendidikan.

Tahukah Sobat Media? Dalam pengalaman pengambilan kebijakan di Indonesia, setiap pergantian menteri kerap membawa perubahan istilah yang terkadang tidak diiringi dengan perubahan dalam sistemnya.

Pertanyaan besar yang muncul adalah "Apakah perubahan ini membawa transformasi signifikan dalam sistem seleksi peserta didik atau hanya sekadar perubahan nama tanpa perubahan substansial?"

Untuk menjawabnya, yuk, Sobat Media kita telusuri fakta-fakta yang ada sebelumnya:

Fakta 1: PPDB Selalu Dihantui Masalah Keadilan

PPDB, yang selama ini digunakan sebagai sistem penerimaan peserta didik baru sering kali menuai kritik karena dianggap tidak adil. Sistem zonasi yang seharusnya mempermudah akses pendidikan bagi siswa di daerah tertentu justru menimbulkan masalah baru. Banyak orang tua yang merasa dirugikan karena jarak rumah ke sekolah tidak sesuai dengan zonasi yang ditetapkan. Selain itu, kuota jalur prestasi yang terbatas sering kali membuat siswa berprestasi justru kesulitan mendapatkan sekolah favorit, bukan?

Dengan perubahan menjadi SPMB, apakah masalah keadilan ini akan teratasi? Atau justru akan muncul masalah baru yang lebih kompleks?

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai jalur Prestasi dalam SPMB berpotensi menimbulkan ketimbangan baru. Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, mengatakan penambahan Jalur Prestasi ini dikhawatirkan berpotensi akan menciptakan kembali label "Sekolah Unggulan" atau "Sekolah Favorit". Label ini, di beberapa waktu yang lalu, melahirkan ketimpangan pelayanan pendidikan bagi anak.

Ditambah lagi salah satu Pengamat Pendidikan, mengaku heran adanya perubahan nomenklatur soal kebijakan PPDB tersebut. Menurutnya, hal itu tidak membawa perbedaan signifikan dalam implementasi. Ia pun mencontohkan bahwa dalam sistem zonasi, aplikasi PPDB bisa mengukur jarak secara akurat, sementara domisili berpotensi menimbulkan bias.

P2G juga telah menilai persoalan pokok sistem SPMB ini akan tetap muncul dan akan menimbulkan diskriminasi baru bagi hak anak untuk mendapatkan akses pendidikan dan sekolah. Menurut Satriwan, sistem SPMB belum sepenuhnya menjawab persoalan pokok dalam pemerataan akses pendidikan bagi seluruh anak tanpa kecuali sebagaimana tujuan awal PPDB/SPMB.

Fakta 2: Perubahan Nama Tanpa Perubahan Sistem

Berdasarkan informasi yang tersedia, perubahan ini tampaknya hanya sebatas perubahan tampilan tanpa perbaikan substansial. Misalnya saja, mekanisme seleksi yang masih mengandalkan nilai akademik, zonasi, dan jalur prestasi tetap dipertahankan. Jika tidak ada perubahan signifikan dalam sistem seleksi maka perubahan nama ini hanya akan menjadi ilusi transformasi.

Fakta 3: Tantangan Infrastruktur dan Kesiapan Daerah

Salah satu masalah utama dalam pelaksanaan PPDB adalah kesiapan infrastruktur dan ketimpangan kualitas pendidikan antar daerah. Sobat Media pasti sudah lazim mendengar bahwa sekolah-sekolah favorit di kota besar selalu menjadi incaran, sementara sekolah di daerah terpencil sering kali kekurangan peminat. Jika SPMB tidak disertai dengan upaya serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara merata maka perubahan nama ini hanya akan menjadi hiasan semata tanpa menyelesaikan permasalahan yang sudah ada dalam sistem.

Fakta 4: Aspirasi Publik yang Tidak Terpenuhi

Banyak orang tua dan siswa berharap perubahan dari PPDB ke SPMB akan membawa sistem yang lebih transparan, adil, dan mengakomodir kebutuhan semua pihak. Namun, jika perubahan ini hanya sekadar ganti nama tanpa memperbaiki masalah mendasar seperti kuota zonasi, mekanisme seleksi, dan distribusi kualitas pendidikan maka aspirasi publik akan kembali pupus.

Perubahan dari PPDB ke SPMB seharusnya menjadi momentum untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem seleksi peserta didik. Transformasi yang dibutuhkan bukan hanya sekadar perubahan nama, tetapi juga perbaikan sistem yang lebih adil, transparan, dan mengakomodir kepentingan semua pihak. Beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan oleh beberapa pemangku kepentingan di antaranya ialah pemerintah harus fokus pada pemerataan kualitas pendidikan di semua daerah agar tidak ada lagi istilah "sekolah favorit" dan "sekolah pinggiran”. Selain itu, mekanisme seleksi harus lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik untuk menghindari praktik kecurangan.

Perubahan dari PPDB ke SPMB bisa menjadi langkah maju jika disertai dengan transformasi sistem yang nyata. Namun, jika hanya sekadar ganti kemasan tanpa menyentuh akar masalah maka perubahan ini akan sia-sia. Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa dan sistem seleksi peserta didik haruslah adil, transparan, dan mengakomodir semua kepentingan. Mari kita berharap SPMB bukan sekadar ganti nama, tetapi awal dari perubahan yang lebih baik untuk dunia pendidikan Indonesia.

Bagaimana menurut Sobat Media? Apakah SPMB akan membawa perubahan nyata atau hanya ganti kemasan dan sekadar ilusi?

Profil Penulis:
Profile picture of Asgar

Asgar

Berbekal passion terhadap literasi dan penelitian, seorang yang berkomitmen menciptakan karya bermakna yang bisa menjembatani antara pengetahuan dengan kehidupan di sekitarnya.


Artikel Terkait

Cover for Paus Fransiskus Wafat di Usia 88 Tahun

Paus Fransiskus Wafat di Usia 88 Tahun

Ditulis Oleh

Asgar

pada

Apr 2025

Dunia tengah dirundung duka atas wafatnya Paus Fransiskus di usia 88 tahun. Kabar duka tersebut diumumkan oleh Tahta Suc

Cover for Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa Kembali Diberlakukan di SMA Mulai Tahun Ajaran 2025/2026

Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa Kembali Diberlakukan di SMA Mulai Tahun Ajaran 2025/2026

Ditulis Oleh

Asgar

pada

Apr 2025

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengumumkan bahwa sistem penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas